PWM Kalimantan Selatan - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Kalimantan Selatan
.: Home > Berita > Sukarni: Puasa itu Amunisi Bagi Kehidupan

Homepage

Sukarni: Puasa itu Amunisi Bagi Kehidupan

Sabtu, 27-05-2017
Dibaca: 789

Menjalankan ibadah puasa semestinya membuat seseorang lebih produktif, karena ibadah yang menyadarkan akan tugas sebagai hamba Allah. Dengan berpuasa sudah seharusnya lebih bersemangat untuk mengabdi, sebut Anggota Majelis Tarjih PW. Muhammadiyah Kalsel, H Sukarni.

Menurut dia, puasa itu sebenarnya merupakan amunisi atau bahan bakar minyak (BBM) dalam kehidupan. Makin bagus ibadahnya makin bersemangat hidupnya dan makin mudah terdorong untuk mencapai suatu tujuan. Puasa itu menyambung hati dengan Allah, karena itu beribadah. Sama dengan salat, kalau khusyuk menjalaninya akan merasa dekat, sehingga berpuasa mendorong diri untuk meningkatkan penyadaran status diri sebagai pengabdi.

Memahami makna atau hakikat puasa, tentu menjalaninya akan semakin bergairah dan semangat untuk bekerja mengharapkan rahmat dari-Nya. Suatu pekerjaan yang dilakukan dalam suasana ibadah puasa, tentu pahalanya lebih besar dibanding saat tidak berpuasa. Sama saat membaca ayat Alquran pada waktu salat, tentu pahalanya lebih besar.

Puasa itu amunisi dalam kehidupan. Buktinya, kemerdekaan Republik Indonesia dapat diraih pada bulan Ramadan. Pasti waktu itu semangat dan geloranya untuk mengusir penjajah melebihi di luar Ramadan, memperjuangkan negara dianggap sebagai suatu ibadah juga sehingga lebih bersemangat. Sama ketika perang Badar yang terjadi di bulan Ramadan. Perang yang sangat melelahkan, meski jumlahnya lebih sedikit dibanding musuh, namun semangat yang luar biasa dan mengharapkan ridha Allah SWT, akhirnya mampu meraih kemenangan, meski dalam kondisi lapar dan haus.

Kalau ada sebagian masyarakat menganggap puasa sebagai halangan dalam beraktivitas, itu karena ia melihat puasa sebagai beban, sehingga berat sekali menjalankan bahkan dianggap sebagai penghalang. Kalau ditanya apa benar puasa itu menghalangi atau menurunkan produktivitas? Bagi orang yang memahami hakikat puasa sebagai suatu ibadah, tentu akan merasakan sebaliknya. Puasa menjadi semangat dan menambah spirit dalam rangka mencapai tujuan.

Makanya puasa itu harus dipahami, semua ibadah itu harus dipahami. Bukan sekadar memenuhi kewajiban, tapi betul-betul sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan, tandas Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari itu.

Hanya saja, lanjut Sukarni, masyarakat beragama lebih kepada fikih oriented yaitu selalu berpikir tentang wajib, haram, sunah, mubah dan makruh. Misalnya, orang menjalankan ibadah puasa karena suatu kewajiban. Kalau spiritual oriented, melihat ibadah yang diajarkan oleh agama itu sebagai sebuah kebutuhan hidup untuk memenuhi kehausan spiritualnya.Fakta yang ada, masyarakat menjalankan ibadah lebih karena fikih oriented, yaitu sekadar menjalankan ibadah. Disinilah pentingnya peran pendakwah, ustadz maupun ulama agar dalam dakwahnya memberikan dorongan dan semangat beribadah serta berbuat kebajikan sebanyak mungkin.Materi dakwahnya harus spiritual oriented ke arah pemaknaan ibadah sebagai kebutuhan hidup.

Memang diakui, sekarang ini masyarakat dihadapkan pada dua tantangan yang berat, yaitu materialisme dan hedonisme. Banyak penawaran menarik yang menggoda, baik melalui media sosial maupun televisi. Godaan kedua hedonisme, yaitu masyarakat ingin mencapai suatu kenyamanan hidup tanpa berpikir bahwa kenyamanan itu tak semuanya membawa kebahagiaan. Cari jalan pintas untuk mencapai suatu tujuan.

Untuk menghadapi masalah tersebut, Islam mengajarkan puasa yang maknanya untuk menyadarkan kepada manusia agar jangan bersifat materialistik dan hedonisme. Puasa itu seharusnya mengusung kesederhanaan, misalanya saat buka puasa atau sahur makanannya sederhana. Belajar menikmati apa adanya, tidak tergiur iklan yang menawarkan berbagai produk. Memperdalam makna puasa, pihaknya berharap para kiai, tuan guru dan lainnya menjelaskan hakikat ibadah puasa itu dalam rangka mengendalikan hidup. Hakikat puasa itu bukan sebagai kewajiban saja, tetapi suatu kebutuhan untuk mengisi kekosongan spiritual. Orientasinya spiritual bukan fikih oriented, tandas Sukarni.

Ia juga mengingatkan, bahwa Ramadan jangan hanya dipahami siang hari tetapi juga malam. Siang puasa malam suasana ibadah, tarawih dan tadarus serta kalau tak ada kegiatan tidur. Sehingga bisa bangun sahur segar. Ingat, Ramadan merupakan bulan yang baik untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka mengisi kebutuhan spiritual yang sangat diperlukan di era materistik dan hedonism sekarang. Sukarni berharap, Ramandan harus dipahami sebagai bulan penuh berkah. Menjalani ibadah puasa jangan hanya siang hari, tetapi juga malam meningkatkan kehidupan spiritual. (drt/b.post)


Tags: MPI
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Banjarmasin Post



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website