PWM Kalimantan Selatan - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Kalimantan Selatan
.: Home > Berita > Mengenang Yogyakarta dan Banjarmasin Sebagai Kota Bersejarah IMM

Homepage

Mengenang Yogyakarta dan Banjarmasin Sebagai Kota Bersejarah IMM

Jum'at, 09-06-2017
Dibaca: 823

Kabarpergerakan.com – Kota Yogyakarta memang melekat bahkan menyatu dengan memori pergerakan IMM, baik dilihat dalam perspektif historis maupun ideologis. Kota Yogyakarta tidak hanya sebagai tanah kelahiran dan dideklarasikannya IMM pada 14 Maret 1964 lalu, tapi juga di tanah inilah diputuskan rumusan-rumusan penting peletakan dasar bagi pergerakan IMM di kemudian hari.

Pada tanggal 22 sampai 26 April 1969 di Yogyakarta telah diselenggarakan konperensi Nasional IMM III (Konpernas IMM III) yang saat itu turut hadir tokoh nasional Bapak. Prof. HS. Kasman singodimejo SH. Sebagai pembicara di acara pembukaan. Setelah dilakukan seminar di acara pembukaan, konpernas ini juga dilakukan sidang-sidang. Sidang konpernas ini di antaranya di pimpin oleh Amien Rais sebagai ketua sidang yang saat itu Amien sedang menjabat sebagai Ketua III DPP IMM.

Untuk tidak menyebutnya secara keseluruhan, di antara keputusan penting pada konpernas ini adalah diputuskannya jenjang-jenjang training (perkaderan) dengan berbagai silabi, prasyarat serta pengembanganya telah tersusun secara sistematik, bahkan dalam konpernas ini diputuskan istilah “Darul Arqam” sebagai istilah pengkaderan (sekarang perkaderan) formal IMM (yang semula dipakai tahun 1967, tetapi tidak sistematis) yaitu untuk tingkat dasar (Darul Arqam Dasar), Tingkat Menengah (Darul Arqam Menengah), Tingkat Lanjut (Darul Arqam Lanjutan).

18985184_820922688088426_1300611258_nDengan keputusan konpernas tahun 1969 ini, perkaderan IMM menjadi tersistematis, bertahap, dan memiliki standar konsep berupa silabi, prasyarat dan pengembangannya. Yang dikemudian hari dilakukan proses impruvisasi dan dinamisasi. Namun peletakan dasarnya sehingga dikenal nama “Darul Arqam” merupakan hasil daripada keputusan konpernas III IMM di Yogyakarta tahun 1969 ini. Tentu masih banyak rumusan-rumusan lain yang lahir di tanah Yogyakarta. Baik yang umumnya rumusan-rumusan deklarasi sejak awal kelahiran maupun keputusan konpernas dan deklarasi dalam perjalananya. Tapi, dalam konteks kaderisasi sebagai nafas ikatan, keputusan konpernas III tahun 1969 ini begitu sangat strategis dan penting untuk direfleksikan dalam konteks massifikasi organisasi saat ini. Demikian Kota Yogyakarta sebagai kota bersejarah dalam pergumulan dan pergulatan IMM.

Lalu bagaimana dengan Banjarmasin?

Bilamana dilihat dalam perspektif sosiologis-kultural, tentu Banjarmasin sebagai kota kecil yang mendapat julukan kota seribu sungai ini tidak memiliki hubungan geneologis secara langsung dengan IMM yang saat itu lahir, tumbuh, dan gerakannya berbasis di daerah Jawa, khususnya Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI, dan sekitarnya. Sementara Banjarmasin yang notabene jauh dari kontak sosiologis, kultural, ideologis, maupun intelektual dari pusaran gerakan IMM saat itu menjadi sulit dikatakan dan disebut sebagai salah satu kota bersejarah bagi IMM.

Tapi ada yang menarik yang perlu menjadi perhatian para kader Ikatan, mengapa Banjarmasin menjadi kota penting dan memiliki nilai historis bagi IMM, karena kota seribu sungai ini menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional IMM Ke-II (kedua) yang menjadi tonggak penting bagi gerakan IMM dan lahirnya tokoh-tokoh yang nantinya menjadi sumbu pergerakan bagi lahirnya perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Khususnya pergulatan pasca orde lama, dan puncaknya reformasi sebagai titik nadir dari 32 tahun rezim “otoriterian”.

Sekitar tiga tahun IMM lahir, pertama kalinya IMM mengelar even Nasional kelas satu bernama Musyawarah Nasional (Munas) yang bertempat di luar Jawa. Banjarmasin Kalimantan Selatan-lah satu-satunya daerah luar Jawa yang mendapat kehormatan sebagai tonggak penting perjalanan IMM. Setelah dilakukan Munas I (kesatu) pada tanggal 1 sampai 5 Mei 1965 bertempat di gedung MAWAR Surakarta. IMM menyelenggarakan Musyawah Nasional (Munas) yang kedua (II) pada tanggal 26 sampai 30 November 1967 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan tema “pengabdian, pembangunan dan modernisasi”

Seperti yang dilaporkan Farid Fathoni, Munas II di Banjarmasin ini dihadiri peserta kurang lebih sebanyak 650 peserta dengan jumlah cabang sebanyak 96 dan 19 DPD, termasuk DPD IMM Bali, NTB, Aceh dan Irian Jaya. Pada Munas II yang bertempat di kota seribu sungai ini, disamping membahas tentang persoalan-persoalan keumatan dan kebangsaan, Munas II ini juga membahas hal yang menyangkut konsulidasi dan kaderisasi, termasuk menuntaskan persoalan perangkat organisasi. Seluruh perangkat organisasi telah disempurnakan, termasuk perubahan AD/ART dll, kecuali Mars, Hymne dan identitas IMM baru dibakukan di Magelang.

18985225_820922511421777_81043044_nDalam Munas II ini, terdapat 17 Calon Formatur dicalonkan untuk masa kepemimpinan 1967-1969, dan kemudian setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah 5 orang Formatur, yaitu: A. Rosyad Sholeh BA sebagai ketua formatur, dengan anggota formatur Drs. Djasman Al Kindi, Moh. Amien Rais, Sudibyo Markoes, dan Zainuddin Siallah.

Adapun komposisi dan personalia DPP periode 1967-1969 hasil Munas II di Banjarmasin adalah: Ketua Umum: Drs. Moh. Djasman Al Kindi,  Ketua I : A. Rosyad Saleh, Ketua II : Drs. Moh. Amien Rais (mengawal juga biro politik bersaan Jahya Muhaimin), Ketua III : Soedibyo Markoes, Ketua IV : Zainuddin Sialla, Ketua V : Drs. Sofyan Tanjung, Ketua VI : Drs. Marzuki Usman, dan lain-lain.

Tokoh-tokoh IMM yang terpilih di Munas II IMM di Banjarmasin ini yang nantinya mewarnai dinamika keumatan dan kebangsaan secara signifikan bahkan menjadi aktor-aktor intelektual dalam mengerakkan perubahan mendasar bagi Indonesia. Dalam konteks Muhammadiyah misalnya, Di mana pada Muktamar Muhammadiyah ke-41 tahun 1985 di Solo, dari 3 formatur yang terpilih, 4 formatur adalah dari aktivis IMM periode ini, yakni Drs. Djasman Al Kindi, Dr. Amien Rais, Drs. Rosyad Saleh, dan Drs. Sutrisno Muhdam. Ini membuktikan bahwa tokoh-tokoh IMM periode ini telah menjadi bagian penting dalam pusaran gerakan intelektual di tubuh Muhammadiyah dan bahkan menjadi faktor determinan terhadap upaya pembaharuan pemikiran dan gerakan Muhammadiyah. Bahkan Amien Rais sebagai tokoh IMM periode ini terpilih menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah tahun 1995 -1998.

Tokoh-tokoh yang terpilih hasil Munas II IMM di Banjarmasin ini sebut saja seperti, Amien Rais, Rosyad Soleh, Soedibyo Markoes, Yahya Muhaimin, Marzuki Usman, dan Almarhum Djazman Al Kindi sebagai tokoh sentral IMM, dan banyak lagi pentolan IMM periode ini, mereka adalah tokoh-tokoh penting yang menjadi tongak gerakan bagi perubahan nasional.

Amien Rais misalnya, sebagai cendekiawan muslim yang berpengaruh di era orde baru memiliki peran yang sangat signifikan bagi perubahan masa depan Indonesia, khususnya ketika Amien Rais putus urat takutnya melawan Soeharto yang saat itu dianggap KKN dan otoriter. Puncaknya adalah Amien Rais menjadi tokoh sentral bergulirnya reformasi. Amien Rais adalah tokoh intelektual yang fenomenal pada zamanya, tulisan-tulisanya mempengaruhi wacana intelektual saat itu, seperti tulisannya tentang Cakrawala Islam, Tauhid Sosial dan artikel-artikelnya tentang Islam dan kritik sosial sangat dinanti oleh masyarakat luas. Sehingga tidak salah jika Abdurrahman Wahid atau sapaan Gus Dur (1993), menyebut Amien adalah generasi pertama cendekiawan muslim dari universitas Chicago, yang oleh Gus Dur menyebutnya tempo itu sebagai “tiga pendekar Chicago”, yakni Amien Rais, Ahmad Syafii Ma’arif, dan Nurcholish Madjid. Ketiganya mewarnai pemikiran keislaman, keindonesian, dan kemanusiaan di Indonesia.

Jika dilihat, pada awalnya memang Amien adalah seorang tokoh intelektual. Ini dibuktikan dengan prestasinya di bidang akademik. Setelah menyelesaikan Sarjananya di Fakultas Sosial Politik Universitas Gajah Mada tahun 1968, Amien Rais sukses menyelesaikan studinya di George Washington University (postdoctoral degree, 1988-1989), Chicago University, Chicago, USA (gelar Ph.D dalam ilmu politik 1984), kemudian juga pernah studi di Al-Azhar University, Cairo, Mesir tahun 1981, pernah studi juga di Notre Dame Catholic University, Indiana, USA selesai tahun1974. Namun kemudian dalam perjalananya Amien bertransformasi menjadi tokoh pergerakan dan politik yang sangat berpengaruh pasca dirinya sukses mengusung agenda reformasi tahun 1998. Amien Rais pun mendirikan Partai Amanat Nasional dan menjadi Ketua Umum pertama tahun 1999, lalu memimpin Ketua MPR tahun 1999-2004. Selain dinobatkan sebagai bapak reformasi, Amien juga disebut-sebut sebagai king maker.

Selain Amien, tokoh-tokoh penting IMM seperti Soedibyo Markoes adalah sosok pejuang kemanusiaan yang hari-harinya waktunya dihabiskan keliling Negara-negara di berbagai benua, seringkali mengikuti sidang-sidang PBB untuk perdamaian, harmoni dan kemanusiaan. Kemudian Marzuki Usman yang terpilih sebagai Ketua VI pada Munas IMM II di Banjarmasin juga belakangan kemudian menjadi tokoh penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Marzuki Usman adalah seorang ekonom dan pakar pasar modal. Marzuki kemudian diamanahkan menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), menjadi Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya (Men Parsenibud), tahun 1998-1999, Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 1999, dan Menteri Kehutanan RI tahun 2001. Demikian pula dengan Yahya Muhaemin yang juga angkatan periode ini adalah tokoh penting bagi pembangunan pendidikan di Indonesia. Yahya kemudian diamanahkan menjadi Menteri Pendidikan Nasional RI tahun 1999-2001 pada era Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.  Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh periode ini yang menjadi tonggak penting bagi gerakan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan.

19046776_820922488088446_1017565145_nItulah sekelumit catatan penting tentang fakta historis bahwa satu-satunya daerah luar Jawa yang menjadi tonggak penting bagi pergerakan IMM dan lahirnya tokoh-tokoh penting dalam pergumulan kebangsaan dan keumatan kita adalah bisa dilihat dari Munas II IMM 1967 di Banjarmasin. Dengan kata lain, Banjarmasin menjadi tonggak sejarah dan bukti penting tentang pergulatan generasi awal IMM yang dikemudian hari mewarnai dinamika pemikiran dan aksi kebangsaan hingga saat ini. Disamping Yogyakarta dan Solo, Banjarmasin adalah kota bersejarah bagi IMM. Diantara tokoh IMM Banjarmasin generasi pertama yang harus dikenang adalah IMMawan N.A Rojak. Wallahu’alam.

Penulis adalah: Amirullah

  • Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bidang Kader Periode 2016-2018
  • Penulis Buku “IMM untuk Kemanusiaan dari Nalar ke Aksi”
  • Mahasiswa semester akhir Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta

Tags: MPI
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: IMM



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website