PWM Kalimantan Selatan - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Kalimantan Selatan
.: Home > Berita > BUKU ‘ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP’ DIBEDAH MPI PWM KALSEL

Homepage

BUKU ‘ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP’ DIBEDAH MPI PWM KALSEL

Senin, 01-07-2013
Dibaca: 6921

Bertempat di Aula PWM Kalsel Lt. III RS. Islam Banjarmasin beberapa waktu lalu telah dibedah buku “Islam dan Lingkungan Hidup”. Buku tersebut merupakan hasil karya tulis Bapak Dr. H. Sukarni, M.Ag yang merupakan salah seorang ulama Tarjih Muhammadiyah Kalimantan Selatan. Menurut beliau buku tersebut merupakan Disertasi yang beliau pertahankan pada saat ujian promosi Doktor pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di akhir tahun 2011 yang lalu.

Dr. H. Sukarni, M.Ag sebagai penulis buku tersebut berbicara dalam perspektif normatif. Menurut beliau secara teologis, Islam diyakini sebagai ajaran serba lengkap dan serba meliputi, tidak ada suatu persoalan pun yang terjadi yang tidak direspons oleh ajaran Islam. Dengan demikian, hukum fikih pun karena diturunkan dari ajaran normatif yang lengkap tadi, juga bersifat meliputi dan lengkap. Akan tetapi, keyakinan ini tampaknya masih bersifat verbalistis, karena dalam kenyataannya masih banyak masalah-masalah kontemporer yang belum ditegaskan dalam hukum fikih, salah satunya masalah lingkungan hidup. Namun barangkali, karena problema lingkungan hidup baru dirasakan pada abad ke-20 ini, maka fikih lingkungan belum dirumuskan secara spesifik oleh para ulama terdahulu. Oleh karena itu, kelengkapan hukum Islam harus dipahami secara kontektual sesuai watak bawaannya. Kelengkapan hukum Islam terletak pada ketidaklengkapannya pada satu sisi dan keterbukaannya untuk menghadapi persoalan baru untuk dirumuskan hukumnya pada sisi yang lain. Fikih Islam merupakan sebuah sistem yang terbuka untuk merespon setiap persoalan baru untuk ditetapkan hukumnya sebagai landasan spiritual perilaku. Pemikir hukum Islam dituntut ketepatan usuliyah, keberanian fiqhiyah, dan kearifan sejarah.

Masih menurut Bapak Dr. H. Sukarni, M.Ag yang sekarang menjabat sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin tersebut mengemukakan bahwa konsep dasar fikih lingkungan diantaranya: 1) Konsep ri’ayah al-bi’ahsebagai konsep integral ajaran Islam. Konsep ini bila dibawa ke dalam fikih akan bermakna bahwa setiap perilaku yang bertujuan untuk menjaga dan memperbaiki lingkungan hidup menjadi bagian dari kewajiban yang harus dilaksanakan menurut ajaran agama. Sebaliknya, setiap tindakan destruktif terhadap lingkungan hidup berarti penistaan terhadap ajaran agama Islam itu sendiri dan diharamkan secara fikih. 2) Konsep kewajiban kolektif (fardu kifayah) dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan hidup. Kewajiban kolektif memiliki makna suatu proyek yang hanya dapat dituntaskan secara bersama dengan melibatkan banyak stakeholder. Keterlibatan banyak pihak itu mengharuskan upaya-upaya yang melibatkan interkoneksitas lembaga. Dengan demikian, penanganan problem lingkungan hidup mengharuskan ijtihad dan mujahadahsemua pihak, terutama ulama, pemerintah, dan masyarakat. Implementasi kewajiban kolektif ini dapat diupayakan secara linier dan terprogram secara berkelanjutan mulai dari pendidikan tentang lingkungan hidup, perumusan program jangka pendek, menengah, dan panjang, operasional dan kontrol serta sanksi bagi pelanggarannya. Fardu kifayahjauh lebih berat dalam mewujudkannya, karena dalam menunaikan kewajibannya harus melibatkan banyak pihak.dan 3) Kewajiban-kewajiban ekologis meliputi semua komponen, mulai dari kewajiban menjaga keseimbangan ekosistem, kewajiban menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, hingga kewajiban pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari. Keseimbangan ekosistem adalah kondisi dinamis suatu ekosistem yang didukung oleh fungsi ekologis yang masing-masing komponennya secara wajar berfungsi sehingga memiliki daya dukung lingkungan  yang optimum. Keseimbangan ekosistem dalam arti luas meliputi segala gerak dinamika kehidupan, baik dalam dunia fisik maupun sosial. Dalam dunia fisik, ekosistem diciptakan Tuhan sangat simetris. Oleh karena itu, penodaan terhadap dunia fisik yang berakibat berkurangnya keseimbangan ekosistem dilarang (diharamkan) dalam fikih lingkungan, pelakunya akan diancam dengan dosa ekologis. Sebaliknya, setiap upaya yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbaiki keseimbangan ekosistem diwajibkan dalam fikih lingkungan dan pelakunya akan diberi pahala ekologis. Ekosistem dalam dunia fisik berada dalam banyak wilayah yang saling ketergantungan, seperti sumber-sumber air, tanah, pegunungan, udara, atmosfer, ozon, dan semua benda fisik yang saling bertautan untuk memberikan dukungan bagi kelangsungan kehidupan semua makhluk. Dunia flora dan fauna juga demikian. Spesies-spesies yang hidup di alam raya diciptakan saling bergantungan. Dari mereka tersedia sumber-sumber energi melalui sumbangan vitamin, protein dan zat-zat yang sangat diperlukan bagi kehidupan. Dalam perspektif keseimbangan, tidak ada makhluk yang lebih dominan dan tidak ada “penjajahan” antar sesama makhluk Tuhan; semua hidup saling memerlukan, saling memberi, saling memuji, dan bertasbih dengan bahasa masing-masing.

Acara bedah buku yang dibuka Ketua PW. Muhammadiyah Kalimantan Selatan Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag tersebut juga menghadirkan pembicara lainnya yakni Bapak Ir. H. Sutikno, MS dari BLHD Pemrop Kalsel dan Dwitho Frasetiandy dari Walhi Kalsel.[kh]


Tags: MPI PWM Kalsel
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Bedah Buku



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website